Senin, 26 Oktober 2015

SYARAFUDDIN: "TAFSIR BIL MA'TSUR SANGAT PERLU TAPI BUTUH PENGEMBANGAN"



Drs. H. Syarafuddin Hz, M.Ag.
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi umat manusia dalam setiap aspek kehidupan, untuk menyingkap hudan dalam al-Qur’an, diperlukan pemahaman dan penafsiran kandungannya.
Pada masa Nabi dan sahabat penafsiran al-Qur’an belum begitu rumit, sebab sahabat dapat bertanya langsung kepada Rasulullah ketika terjadi permasalahan. Tatkala Islam sudah tersebar di berbagai daerah, maka semakin luas kebutuhan akan tafsir al-Qur’an. Sehingga muncullah tafsir bi al-Ma’tsur kemudian diikuti bi al-Ra’yi serta bi al-Isyarah.
Syarafuddin HZ, pakar Ulumul al-Qur’an Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IQT) UMS dalam diskusi bulanan Prodi IQT FAI UMS, 24 Oktober 2015, menyampaikan bahwa tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran al-Qur’an dengan  al-Qur’an, al-Qur’an dengan al-Sunnah Nabawiyah, dan al-Qur’an dengan penafsiran para sahabat dan tabiin. Tafsir bi al-Ma’tsur terutama dalam bentuk tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an dengan sunnah Nabawiyah menurut para mufassir adalah tafsir yang paling berkualitas dan paling tinggi nilainya.
Menurut ustad Syarafuddin, tafsir bi al-Ma’tsur bisa dikembangkan lebih lanjut dengan memahami ayat secara tekstual dan kontekstual, misalnya Q.S. Al-Fatihat: 7;  kata al-magdhdub dan al-dhalim, yang biasanya ditafsirkan orang-orang Yahudi dan Nasrani bisa dikembangkan menjadi orang-orang Komunis, atheis, atau yang lainnya. Begitupula Q.S. Al-Anfal: 60: kata al-Quwah dengan panah, bisa dikembangkan kepada persenjataan yang canggih (pistol, peluru kendali, tank, dll).