Selasa, 21 Februari 2017

LDII dan 5 Doktrin yang Menyimpang



Lembaga Dakwah Islam Indonesia, disingkat dengan LDII, sekarang dapat dilihat dimana-mana, baik kota-kota besar, kabupaten, kecamatan, bahkan di desa-desa. Papan nama yang tertulis LDII, Pengajian LDII, dan Masjid LDII terdapat dipinggir-pinggir jalan, sehingga memudahkan orang untuk mengetahui kebedaraan LDII.

Eksistensi LDII karena berlindung diketiak Golkar, sehingga selamat sampai sekarang, namun sejak 2005 LDII mengeluarkan konsep paradigm baru, bahwa LDII tidak berafiliasi dengan golongan ataupun partai politik manapun. Selain itu LDII menempatkan dirinya sebagai gerakan Islam yang berpaham salafi, sebagaimana ormas Islam lainnya. Pengidentifikasian dirinya dengan salafi mendapat reaksi dan penolakan dari ormas Islam, karena LDII secara fundamental memiliki konsep keagamaan yang berbeda dengan ormas Islam lainnya. Sudarno Shobron, salah satu pakar metode penelitian agama pada Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IQT) UMS pada diskusi bulanan Prodi IQT FAI UMS, Kamis 18 Pebruari 2017, dalam makalah yang berjudul Religious Instituition menjelaskan bahwa ada 5 lima doktrin yang tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya, yakni; pertama, Manqul, yakni mengharuskan warga LDII menerima transfer ilmu dari kyai/ustadz internal LDII. Kedua, Imamah dan Bai’at, semua anggota LDII dilarang untuk menerima penafsiran al-Qur’an dan al-Hadis yang tidak bersumber dari penafsiran imamnya. Ketiga, Mengkafirkan dan menajiskan kelompok lain. Keempat, khotib Jum’at, warga LDII tidak akan shlat jum’at dimasjid-masjid diluar LDII, serta belum pernah mengundang khotib diluar uama LDII. Kelima, Taqiyah: Fathonah dan Bithonah.