Senin, 20 Februari 2017

ZIARAH KUBUR KIAI SIRAJ DITINJAU DARI POLA HUBUNGAN KIAI-SANTRI



Dalam Islam, ziyarah kubur termasuk salah satu keutamaan, yakni mengingatkan akan mati dan menyadari adanya hari akhirat. Islam tidak member ketentuan untuk mengkhususkan ziyarah kubur pada makam orang tertentu, namun di solo ketika memasuki bulan Ramadhan mereka melakukan ziyarah kubur pada makam keluarganya, yang biasa dikenal dengan istilah nyadran.
Selain nyadran, orang ziarah kubur biasanya berkaitan dengan khaul seorang yang dianggap ‘wali’ oleh sebagian masyarakat, diantaranya khaul Kiai Siraj. Para peziarah dimakam Kiai Siraj datang dari daerah tertentu, seperti dari Klaten Utara, Boyolali Barat, Kecamatan Susukan, sedangkan masyarakat yang tinggal sekitar makam Kiai Siraj sendiri tidak ada yang ikut ziyarah.

Oleh karena itu menurut Suharjianto, dosen Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IQT) UMS dalam diskusi bulanan Prodi IQT FAI UMS, Kamis 18 Pebruari 2017, kedatangan masyarakat yang ikut dalam ziarah Kiai Siraj adalah adanya hubungan patron-klien, antara Kiai Siraj dengan masyarakat peziarah. Artinya Kiai SIraj sebagai orang yang berkedudukan tinggi di mata masyarakat dikunjungi oleh murid, anak muridnya, cucu muridnya, dan murid dari muridnya, sebagai perantara terkabul doanya. Yang tentunya ini tidak sesuai dengan aqidah Islamiyah.