Selasa, 25 November 2014

Fuad Al-Amien: Memaknai Ayat Toleransi secara Benar.



Keberagaman, kemajemukan dan perbedaan merupakan sunnatullah yang telah dianugerahkan atas keberadaan manusia di dunia. Allah SWT. menjadikan manusia dalam bentuk yang bervariatif dalam perbedaan ras, etnis, suku, bangsa, agama, dan keyakinan. Perbedaan tersebut bukan dibuat untuk seseorang saling bermusuhan, akan tetapi dalam rangka ta’aruf (saling mengenal/ memahami). Allah swt. berfirman :

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِيْنَ. إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَئَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. Hud: 118-119)
Demikian Ustadz M Fuad Al Amin, Lc, MPI mengawali paparannya pada Diskusi Bulanan Program Studi Ilmu Alquran dan tafsir "Seton" Sabtu, 22 Nopember 2014 di Ruang Sidang/Seminar FAI UMS.

Perbedaan agama dan keyakinan seringkali menyebabkan terjadinya perselisihan, pertikaian, persengketaan, dan bahkan peperangan. Atas dasar permasalahan tersebut, para pemikir dan pemuka agama mencoba mencari rumusan yang tepat untuk mengatasi problematika tersebut. Salah satu rumusan tersebut adalah tentang konsep toleransi. Konsep toleransi diyakini dapat menjadi jembatan penghubung antar agama dan keyakinan untuk hidup secara damai dan berdampingan. Muhammad Imarah mengatakan : merupakan sesuatu hal yang mustahil terwujudnya sebuah kerukunan diantara pluralitas perbedaan tanpa adanya sebuah toleransi.
Toleransi perspektif Islam yaitu berbuat adil dengan seseorang yang berbeda dengan kita, tanpa memaksakan kehendak kita, dalam bingkai Islam. Lebih jauh, toleransi itu juga mengakui hak tiap-tiap orang untuk beragama dan hak untuk melaksanakan ritual agamanya. Namun toleransi bukan berarti memberikan kemudahan kepada orang lain (al-tasāhul) tanpa adanya dhōbith syar’ī (ketentuan syar’i), tetapi toleransi tersebut harus tetap dalam bingkai ru’yah islāmiyyah. Islam mengajarkan umatnya untuk bertoleransi  dalam semua tingkatan, individu dan juga kelompok. Toleransi antar individu yaitu berupa toleransi dalam pandangan dan pendapat, sedangkan toleransi antara kelompok yaitu berupa pemahaman terhadap perbedaan yang ada dalam dalam masalah agama. Allah memerintahkan semua Muslim untuk membawa perdamaian, harmoni dan ketenangan kepada dunia. Pelaksanaan toleransi mencakup dua hal penting, yaitu toleransi internal dan eksternal umat Islam. Dalam toleransi internal, seorang muslim dituntut untuk menghormati dan menghargai muslim yang lain yang berbeda dalam pemikiran dan pendapat. Dalam setiap perbedaan pendapat, Imam Syafi’i tidak pernah mengklaim pendapatnya merupakan yang paling benar