Senin, 27 Juli 2015

Kolom Kaprodi



PROSPEK SARJANA ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


SYAMSUL HIDAYAT
Ketua Program Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir FAI UMS Surakarta

Pada bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, perbincanan tentang al-Quran menjadi tema yang hangat, baik di kalangan masyarakat awam maupun kalangan elit, baik elit politik maupun elit intelektual dan ulama. Bahkan non muslim pun ikut menyambut hangat perbincangan tentang Al-Quran tersebut. Seorang teman sesame alumni PPSA XVII Lemhannas RI, 2011 yang beragama Nasrani mengatakan dalam pesan whatsappnya di Group IKAL PPSA XVII, “Subhanallah, ternyata tadarus al-Quran tidak hanya bernilai ibadah bagi umat Islam, tetapi mengandung hikmah kesehatan. Tadarus bikin tubuh sehat.” 
Memang, al-Quran bagi umat Islam merupakan kitab suci, pedoman dan rujukan bagi hidup dan kehidupanya. Disebut kitab suci karena al-Quran benar-benar kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, murni tanpa campur tangan pikiran dan kepentingan dari Muhammad Saw. Disebut kitab suci juga karena al-Quran selalu terjaga kemurniannya dari dari tangan-tangan jahil. Allah menjamin kesucian dan kemurnian al-Quran melalui kuasa-Nya, dan  melalui para huffadz (pengahafal al-Quran), yang jumlahnya semakin banyak, baik anak-anak usia dini sampai mereka yang berusia lanjut.
Bagi kalangan akademisi dan ilmuwan muslim, bahkan non muslim, Al-Quran bisa menjadi sumber ilmu, sumber kebenaran, serta sumber inspirasi bagi kegiatan keilmuannya, baik dalam dalam pendidikan dan pengajaran, maupun penelitian ilmiah dan pengabdian pada masyarakat. Dari kajian terhadap al-Quran telah melahirkan beribu, bahkan berjuta risalah, skripsi, tesis, maupun disertasi untuk memperoleh gelar kesarjanaan. Di samping itu ditemukan ribuan bahkan jutaa risalah (artikel ilmiah) dan buku kajian al-Quran baik dari ulama, cendekiawan, muballigh, dai, maupun dari kalangan non muslim seperti kalangan Orientalis.

Dari segi ini, kajian al-Quran dan tafsirnya, merupakan kajian yang menjanjikan, baik secara ilmiah-intelektual maupun dari segi budaya, ekonomi dan social kemasyarakatan pada umumnya. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran al-Quran, kini bermunculan seperti jamur di musim hujan, berbagai macam ma’had tahfizul Quran (pesantren penghafal al-Quran), ma’had tarbiyatul Quran (pesantren pendidikan al-Quran), dan sebagainya.
Para dai, muballigh yang hafidz Quran danahli ilmu-ilmu al-Quran juga menjadi Dai yang menjadi idola umat Islam, sebutlah Ustadz Yusuf Mansur, Ustadz Bahtiar Nasir, almarhum Jefry al-Buchori, Ustadz Umar Budihargo dan sebagainya. Mereka mendapatkan posisi yang istimewa di hati umat Islam, bahkan mungkin juga terkesan bagi masyarakat luas non Muslim, seperti dulu dialami oleh Buya Hamka dan Pak AR Fakhruddin (Ketua PP Muhammadiyah 1968-1990). Kualitas tausiah yang disampaikannya kepada masyarakat benar-benar mengesankan karena penguasaannya terhadap ilmu al-Quran dan penafsirannya yang mendalam dan luas.
Artinya, studi ilmu-ilmu al-Quran dan ilmu-ilmu tafsir al-Quran merupakan bidang kajian yang menjanjikan bagi para peminat kajian ini baik sebagai bekal bagi umat Islam untuk menggapai kehidupan ukhrawi, karena pendalaman terhadap al-Quran akan membimbing seorang muslim senantiasa berada dijalan yang benar sesuai petunjuk al-Quran dan Sunnah. Namun, di saat yang sama juga menjanjikan dalam dunia kerja duniawi, baik dalam profesi formal seperti pendidikan keislaman (guru, ustadz dan dosen), khususnya dalam bidang ilmu al-Quran dan penafsirannya, atau penyuluh agama dalam kementerian agama, juga peneliti bidang keagamaan, keislaman pada lembaga-lembaga ilmiah baik negeri maupun swasta. Juga profesi kemasyarakatan sebagai dai, mubaligh, konsultan agama, konsultan syariah dalam lembaga hukum dan bisnis syariah. Begitu luas lapangan kerja yang dapat dimasuki oleh lulusan studi ilmu al-Quran dan tafsir ini.

Perlu Sosialisasi
Namun, belum banyak yang mengetahui hal ini. Banyak masyarakat awam dari kalangan umat Islam mengira bahwa kajian ilmu al-Quran dan tafsir tidak memiliki masa depan dan prospek yang baik di dunia kerja. Ini dialami oleh beberapa Perguruan Tinggi Islam, baik negeri maupun swasta yang membuka program studi (prodi) ilmu al-Quran dan tafsir ini cenderung sepi peminat. Kondisi ini mendorong beberapa perguruan tinggi “banting harga”, bahkan ada yang menyediakan beasiswa kepada seluruh mahasiswanya pada prodi tersebut. Alasannya, kalau ditawarkan dengan pasar bebas dengan beaya studi sama dengan program studi lainnya seperti prodi pendidikan Islam (Tarbiyah), hukum dan ekonomi syariah (Syariah), apalagi di sandingkan dengan jurusan  lain, seperti Prodi Kedokteran, Farmasi, Biologi, Bahasa Ingris, Teknik dan seterusnya, yang memilih jurusan ilmu al-Quran dan tafsir hampir nihil. Namun karena pentingnya program studi ini sebagian perguruan tinggi membuka program studi ini dengan dengan beasiswa. Tentu hal ini, tidak semua perguruan tinggi mampu menyediakan beasiswa yang memadai. Perlu peran serta masyarakat dan umat Islam untuk mendukung kaderisasi Ulama ilmu al-Quran dan tafsir ini.
Ketika penulis diamanati untuk merintis program studi ini di Universitas Muhammadiyah Surakarta, seiring dengan digalakannya kurikulum berbasis KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) dan SNPT (standar nasional perguruan tinggi), setelah mengkaji mendalam ternyata lulusan program studi ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan dan memiliki peluang yang luas untuk memasuki dunia kerja, apabila orientasi masyarakat umum bahwa kuliah di perguruan tinggi selalu dikaitkan dengan dunia dan bursa kerja.
Pertama, yang sangat jelas lulusan program studi ilmu al-Quran akan memasuki peluang utama sebagai kader ulama ahli tafsir al-Quran, kemudian menjadi  mubaligh dan dai yang menguasai ilmu al-Quran dan Sunnah. Untuk peluang ini tanpa diperlukan sertifikasi, karena bagi lulusan yang mumpuni ilmunya pasti akan terserap oleh masyarakat secara langsung.
Kedua, peneliti dan penyuluh agama yang akan memiliki keahlian yang istimewa dengan ilmu al-Quran yang dikuasainya, karena al-Quran tidak akan pernah habis dikaji dari berbagai segi keilmuan. Umat Islam Indonesia membutuhkan lahirnya peneliti-peneliti bidang keislaman yang memberikan pencerahan bagi umat, khsusnya berkenaan dengan kajian al-Quran dan Sunnah. Demikian juga, Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Agama RI terus menunggu lahirnya penelitian-penelitian yang bermutu bagi pengembangan umat Islam dan peran agama bagi pengembangan masyarakat, termasuk yang berbasis ilmu al-Quran dan tafsir. Di tingkat dunia, Rabitah Alam Islami, ada lembaga khusus untuk mengkaji sisi keilmuan dari al-Quran dan Sunnah, lebaga ini dinamakan Komisi I’jaz Ilmi lil Quran wa Sunnah, yang telah melahir ratusan judul buku dan monografi ilmiah mengenai al-Quran dan Sunnah, yang memberikan manfaat bagi umat Islam khususnya, dan juga membuka mata dunia akan kunggulan al-Quran dan Sunnah.
Ketiga, peluang yang dapat dimasuki oleh lulusan prodi ini adalah dunia pendidikan. Selama ini masyarakat masih beranggapan bahwa dunia pendidikan apalagi untuk menjadi pendidik professional hanya bisa dimasuki oleh lulusan prodi kependidikan seperti prodi-prodi tarbiyah, seperti PAI (pendidikan agama Islam), PGMI (pendidikan guru madrasah ibtidaiyah), PGRA (pendidikan guru raudhatul atfal) atau prodi-prodi dalam naungan FKIP, seperti PGSD, PGTK/Paud, Pendidikan Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan sebagainya. Padahal setelah muncul program PPG (Pendidikan Profesi Guru), telah membuka peluang lulusan prodi non kependidikan termasuk ilmu al-Quran dan tafsir untuk bisa menjadi pendidik professional (ustadz, guru dan dosen) bidang keislaman, dengan kompetensi khusus bidang al-Quran dan tafsir. Justru lulusan prodi kependidikan dan keguruan belum tentu bisa menjadi pendidik atau guru professional sebelum mengikuti program PPG.

Kaderisasi Ulama dan Profesional
Melihat peluang di atas, umat Islam perlu membuka mata bahwa kajian studi keislaman termasuk studi ilmu al-Quran dan tafsir mestinya menjadi perhatian utama, baik bagi para orang tua maupun generasi penerus umat. Memang orientasi masyarakat saat ini dalam melakukan pilihat studi selalu dikaitkan dengan dunia kerja, bahkan sistem pendidikan nasional kita juga mengarahkan proses pendidikan di negeri ini untuk bursa kerja. Ini mengakibatkan jurusan dan prodi keagamaan cenderung sepi peminat karenma di anggap kurang memiliki peluang kerja.
Ternyata, tidak demikian adanya. Paparan di atas menunjukkan bahwa peluang studi keislaman, khususnya studi ilmu-ilmu al-Quran dan tafsir justru memiliki peluang yang sangat luas bila dikaitkan dengan dunia dan pasar kerja. Artinya prodi keislaman, dan khusunya ilmu al-Quran dan tafsir dapat memerankan multi fungsi, yaitu sebagai pusat kaderisasi ulama khususnya ulama ahli tafris al-Quran, yang juga sekaligus pendidikan calon professional yang dapat mengisi dunia dan pasar kerja yang sangat luas, seperti dunia pendidikan, penelitian dan pengembangan masyarkat, dai dan penyuluh agama, jurnalistik, bagi negeri maupun swasta.
Lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga swasta, juga para aghniya dermawan perlu mengambil peran yang konkret untuk lahirnya kader-kader bangsa, baik sebagai calon ulama maupun professional, dengan menyediakan beasiswa untuk peminat keislaman, khususnya ilmu-ilmu al-Quran dan tafsir, sehingga krisis ulama dan professional bidang keislaman dapat diatasi sedini mungkin. Wallahul Musta’an.