SYAMSUL HIDAYAT
Ketua Program Studi
Ilmu al-Quran dan Tafsir FAI UMS Surakarta
Pada bulan Ramadhan yang baru saja berlalu,
perbincanan tentang al-Quran menjadi tema yang hangat, baik di kalangan
masyarakat awam maupun kalangan elit, baik elit politik maupun elit intelektual
dan ulama. Bahkan non muslim pun ikut menyambut hangat perbincangan tentang
Al-Quran tersebut. Seorang teman sesame alumni PPSA XVII Lemhannas RI, 2011
yang beragama Nasrani mengatakan dalam pesan whatsappnya di Group IKAL PPSA
XVII, “Subhanallah, ternyata tadarus al-Quran tidak hanya bernilai ibadah bagi
umat Islam, tetapi mengandung hikmah kesehatan. Tadarus bikin tubuh
sehat.”
Memang, al-Quran bagi umat Islam merupakan kitab suci,
pedoman dan rujukan bagi hidup dan kehidupanya. Disebut kitab suci karena
al-Quran benar-benar kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw,
murni tanpa campur tangan pikiran dan kepentingan dari Muhammad Saw. Disebut
kitab suci juga karena al-Quran selalu terjaga kemurniannya dari dari tangan-tangan
jahil. Allah menjamin kesucian dan kemurnian al-Quran melalui kuasa-Nya,
dan melalui para huffadz (pengahafal
al-Quran), yang jumlahnya semakin banyak, baik anak-anak usia dini sampai
mereka yang berusia lanjut.
Bagi kalangan akademisi dan ilmuwan muslim, bahkan non
muslim, Al-Quran bisa menjadi sumber ilmu, sumber kebenaran, serta sumber
inspirasi bagi kegiatan keilmuannya, baik dalam dalam pendidikan dan pengajaran,
maupun penelitian ilmiah dan pengabdian pada masyarakat. Dari kajian terhadap
al-Quran telah melahirkan beribu, bahkan berjuta risalah, skripsi, tesis,
maupun disertasi untuk memperoleh gelar kesarjanaan. Di samping itu ditemukan
ribuan bahkan jutaa risalah (artikel ilmiah) dan buku kajian al-Quran baik dari
ulama, cendekiawan, muballigh, dai, maupun dari kalangan non muslim seperti kalangan Orientalis.
Dari segi ini, kajian al-Quran dan tafsirnya, merupakan
kajian yang menjanjikan, baik secara ilmiah-intelektual maupun dari segi
budaya, ekonomi dan social kemasyarakatan pada umumnya. Dalam bidang pendidikan
dan pengajaran al-Quran, kini bermunculan seperti jamur di musim hujan,
berbagai macam ma’had tahfizul Quran (pesantren penghafal al-Quran), ma’had
tarbiyatul Quran (pesantren pendidikan al-Quran), dan sebagainya.
Para dai, muballigh yang hafidz Quran danahli
ilmu-ilmu al-Quran juga menjadi Dai yang menjadi idola umat Islam, sebutlah
Ustadz Yusuf Mansur, Ustadz Bahtiar Nasir, almarhum Jefry al-Buchori, Ustadz
Umar Budihargo dan sebagainya. Mereka mendapatkan posisi yang istimewa di hati
umat Islam, bahkan mungkin juga terkesan bagi masyarakat luas non Muslim,
seperti dulu dialami oleh Buya Hamka dan Pak AR Fakhruddin (Ketua PP
Muhammadiyah 1968-1990). Kualitas tausiah yang disampaikannya kepada masyarakat
benar-benar mengesankan karena penguasaannya terhadap ilmu al-Quran dan
penafsirannya yang mendalam dan luas.
Artinya, studi ilmu-ilmu al-Quran dan ilmu-ilmu tafsir
al-Quran merupakan bidang kajian yang menjanjikan bagi para peminat kajian ini
baik sebagai bekal bagi umat Islam untuk menggapai kehidupan ukhrawi, karena
pendalaman terhadap al-Quran akan membimbing seorang muslim senantiasa berada
dijalan yang benar sesuai petunjuk al-Quran dan Sunnah. Namun, di saat yang
sama juga menjanjikan dalam dunia kerja duniawi, baik dalam profesi formal
seperti pendidikan keislaman (guru, ustadz dan dosen), khususnya dalam bidang
ilmu al-Quran dan penafsirannya, atau penyuluh agama dalam kementerian agama,
juga peneliti bidang keagamaan, keislaman pada lembaga-lembaga ilmiah baik
negeri maupun swasta. Juga profesi kemasyarakatan sebagai dai, mubaligh,
konsultan agama, konsultan syariah dalam lembaga hukum dan bisnis syariah.
Begitu luas lapangan kerja yang dapat dimasuki oleh lulusan studi ilmu al-Quran
dan tafsir ini.
Perlu Sosialisasi
Namun, belum banyak yang mengetahui hal ini. Banyak
masyarakat awam dari kalangan umat Islam mengira bahwa kajian ilmu al-Quran dan
tafsir tidak memiliki masa depan dan prospek yang baik di dunia kerja. Ini
dialami oleh beberapa Perguruan Tinggi Islam, baik negeri maupun swasta yang
membuka program studi (prodi) ilmu al-Quran dan tafsir ini cenderung sepi
peminat. Kondisi ini mendorong beberapa perguruan tinggi “banting harga”,
bahkan ada yang menyediakan beasiswa kepada seluruh mahasiswanya pada prodi
tersebut. Alasannya, kalau ditawarkan dengan pasar bebas dengan beaya studi
sama dengan program studi lainnya seperti prodi pendidikan Islam (Tarbiyah),
hukum dan ekonomi syariah (Syariah), apalagi di sandingkan dengan jurusan lain, seperti Prodi Kedokteran, Farmasi,
Biologi, Bahasa Ingris, Teknik dan seterusnya, yang memilih jurusan ilmu
al-Quran dan tafsir hampir nihil. Namun karena pentingnya program studi ini
sebagian perguruan tinggi membuka program studi ini dengan dengan beasiswa.
Tentu hal ini, tidak semua perguruan tinggi mampu menyediakan beasiswa yang
memadai. Perlu peran serta masyarakat dan umat Islam untuk mendukung kaderisasi
Ulama ilmu al-Quran dan tafsir ini.
Ketika penulis diamanati untuk merintis program studi
ini di Universitas Muhammadiyah Surakarta, seiring dengan digalakannya
kurikulum berbasis KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) dan SNPT
(standar nasional perguruan tinggi), setelah mengkaji mendalam ternyata lulusan
program studi ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan dan memiliki peluang
yang luas untuk memasuki dunia kerja, apabila orientasi masyarakat umum bahwa
kuliah di perguruan tinggi selalu dikaitkan dengan dunia dan bursa kerja.
Pertama,
yang sangat jelas lulusan program studi ilmu al-Quran akan memasuki peluang
utama sebagai kader ulama ahli tafsir al-Quran, kemudian menjadi mubaligh dan dai yang menguasai ilmu al-Quran
dan Sunnah. Untuk peluang ini tanpa diperlukan sertifikasi, karena bagi lulusan
yang mumpuni ilmunya pasti akan terserap oleh masyarakat secara langsung.
Kedua,
peneliti dan penyuluh agama yang akan memiliki keahlian yang istimewa dengan
ilmu al-Quran yang dikuasainya, karena al-Quran tidak akan pernah habis dikaji
dari berbagai segi keilmuan. Umat Islam Indonesia membutuhkan lahirnya
peneliti-peneliti bidang keislaman yang memberikan pencerahan bagi umat,
khsusnya berkenaan dengan kajian al-Quran dan Sunnah. Demikian juga, Balai
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Agama RI terus menunggu
lahirnya penelitian-penelitian yang bermutu bagi pengembangan umat Islam dan
peran agama bagi pengembangan masyarakat, termasuk yang berbasis ilmu al-Quran
dan tafsir. Di tingkat dunia, Rabitah Alam Islami, ada lembaga khusus untuk
mengkaji sisi keilmuan dari al-Quran dan Sunnah, lebaga ini dinamakan Komisi
I’jaz Ilmi lil Quran wa Sunnah, yang telah melahir ratusan judul buku dan
monografi ilmiah mengenai al-Quran dan Sunnah, yang memberikan manfaat bagi
umat Islam khususnya, dan juga membuka mata dunia akan kunggulan al-Quran dan
Sunnah.
Ketiga, peluang
yang dapat dimasuki oleh lulusan prodi ini adalah dunia pendidikan. Selama ini
masyarakat masih beranggapan bahwa dunia pendidikan apalagi untuk menjadi
pendidik professional hanya bisa dimasuki oleh lulusan prodi kependidikan
seperti prodi-prodi tarbiyah, seperti PAI (pendidikan agama Islam), PGMI
(pendidikan guru madrasah ibtidaiyah), PGRA (pendidikan guru raudhatul atfal)
atau prodi-prodi dalam naungan FKIP, seperti PGSD, PGTK/Paud, Pendidikan
Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan sebagainya. Padahal setelah muncul
program PPG (Pendidikan Profesi Guru), telah membuka peluang lulusan prodi non
kependidikan termasuk ilmu al-Quran dan tafsir untuk bisa menjadi pendidik
professional (ustadz, guru dan dosen) bidang keislaman, dengan kompetensi
khusus bidang al-Quran dan tafsir. Justru lulusan prodi kependidikan dan
keguruan belum tentu bisa menjadi pendidik atau guru professional sebelum
mengikuti program PPG.
Kaderisasi Ulama dan Profesional
Melihat peluang di atas, umat Islam perlu membuka mata
bahwa kajian studi keislaman termasuk studi ilmu al-Quran dan tafsir mestinya
menjadi perhatian utama, baik bagi para orang tua maupun generasi penerus umat.
Memang orientasi masyarakat saat ini dalam melakukan pilihat studi selalu
dikaitkan dengan dunia kerja, bahkan sistem pendidikan nasional kita juga
mengarahkan proses pendidikan di negeri ini untuk bursa kerja. Ini
mengakibatkan jurusan dan prodi keagamaan cenderung sepi peminat karenma di
anggap kurang memiliki peluang kerja.
Ternyata, tidak demikian adanya. Paparan di atas menunjukkan
bahwa peluang studi keislaman, khususnya studi ilmu-ilmu al-Quran dan tafsir
justru memiliki peluang yang sangat luas bila dikaitkan dengan dunia dan pasar
kerja. Artinya prodi keislaman, dan khusunya ilmu al-Quran dan tafsir dapat
memerankan multi fungsi, yaitu sebagai pusat kaderisasi ulama khususnya ulama
ahli tafris al-Quran, yang juga sekaligus pendidikan calon professional yang
dapat mengisi dunia dan pasar kerja yang sangat luas, seperti dunia pendidikan,
penelitian dan pengembangan masyarkat, dai dan penyuluh agama, jurnalistik,
bagi negeri maupun swasta.
Lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga swasta, juga
para aghniya dermawan perlu mengambil peran yang konkret untuk lahirnya
kader-kader bangsa, baik sebagai calon ulama maupun professional, dengan
menyediakan beasiswa untuk peminat keislaman, khususnya ilmu-ilmu al-Quran dan
tafsir, sehingga krisis ulama dan professional bidang keislaman dapat diatasi
sedini mungkin. Wallahul Musta’an.